Kesepian, adalah apa yang kau nikmati setelah merenggut kebebasan dari kelamin hidup! “sedang senyap menyelinap diantara desah yang menganga”, karenanya kau coba tebus dengan puisi bimbang. kawan, mimpi telah banyak mencekik orang seperti kita, tapi tetes-tetes upaya melegakan setelahnya, walau mengorbarkan luka dalam ragu yang kian dalam, tapi, mereka terlalu tua untuk kita, dan kita tidak pernah terlalu muda untuk mereka!.
karena kita tidak pernah gagal mencuri gairah dalam hidup yang basi ini! karena kita berpuisi…seperti kita menterjemahkan ayat-ayat suci: buruh-buruh itu menyenandungkan kesaksiannya, bahwa tiada yang paling berkuasa selain Dia, jika ada yang mecoba untuk berkuasa- maka mencoba menjadi Dia. dan kita mendengar senandung itu, kita mendengar, kita mendengar, semakin jauh semakin dekat.walau kadang suara dirampas hiruk dunia!
kau bisikkan “mimpi di ujung embun” dan aku mengira, segala telah patah, karenanya kita berpuisi, menyambung mimpi-mimpi, menghimpun yang terserak, menjadi pelayat kepada jiwa-jiwa yang mati. Dan walaupun iringan pelayat terlilit lupa, kita tetap ingat dan berkata: yang mati akan bangkit!; dan malam mulai kembali jahanam, menginjak-injak jiwa yang merasa merdeka!
kawan, kelak kita adalah jasad. Terbaring dalam kadafer yang dingin dan sepi. kelak kita adalah jasad, tapi kinipun kadafer itu telah mengurung kita! siapa malaikat yang berani menyepak kita ke neraka? selama kita tetap setia pada cita-cita. tapi inilah teman- sepi untukmu dari Tuhan.
kawan, kau ingat, setelah lelah dari tempatmu, aku berjalan linglung ke terminal, memasuki alam yang tak tegas menghimpunku. Maka aku-lah yang selalu kembali menegaskan, bahwa hidup adalah secangkir kopi. Hitam dan tumpah ke remang jantung, membuat setiap denyutnya berjaga, membuat setiap hembus nafas terasa senja. Tapi jahanam, doa siapa tersesat di kepala keropos milik kita. Menyeret tubuh kering ini ke sangsi yang kejam.
Hingga kita beku di puncak sunyi. "Seribu kata dalam lemari coklat di ujung kalimat, diantara kebodohan dan di tepi air yang menjadi nyeri, “jiwamu menolak mati!”