Jumat, 15 Februari 2008

Seks Bebas Dikalangan Mahasiswa Sudah Bukan Barang Baru..!!!


SEKS bebas di kalangan mahasiswa sebenarnya bukan barang baru, bahkan termasuk sangat klise. Dari dulu mahasiswa sebenarnya memang sangat dekat dengan hal ini, walaupun tidak seheboh belakangan ini.

Fenomena seks bebas --baik yang sudah kepergok atau belum-- di kalangan mahasiswa dapat dipastikan terjadi di mana saja. Di daerah manapun yang notabene hidup berdampingan dengan komunitas mahasiswa, dapat dipastikan akan mendengar bau pembicaraan fenomena klasik ini. Bahkan fenomena seks bebas di kalangan mahasiswa tidak hanya terjadi dengan mahasiswa secara umum, tapi juga terjadi di kalangan aktivis mahasiswa. Pembicaraan ini bukan rahasia umum lagi. Bukan lantaran karena ada buku yang menjelaskan tentang ini (lihat, Sex In The Kost, Iip Wijayanto, 2003), akan tetapi dunia aktivis memang relatif dekat dengan ini. Aktivis akan relatif mudah bersentuhan dengan “barang” satu ini, karena secara umum aktivis mempunyai kemampuan retorika untuk dapat dengan mudah menggaet seorang mahasiswi, apalagi mahasiswi baru. Walaupun tentunya tidak semua aktivis melakukan hal ini.Sangat tidak bijaksana membebankan kesalahan ini kepada agama yang dianggap tidak mampu menyelesaikan masalah ini.

Agama tidak bisa disalahkan. Karena pada dasarnya agama mengajarkan umat manusia untuk berbuat kebajikan dan mencegah perbuatan yang keji dan mungkar. Kurangnya pondasi keagamaan dan rendahnya kualitas iman seseorang menyebabkan hal ini terjadi. Benar!Selain agama, yang juga sering menjadi korban adalah orang tua. Sebagian menganggap peran orang tua sangat penting dalam pembinaan mentalitas anak-anaknya. Tapi, bukan berarti kesalahan ini bisa dilimpahkan kepada orang tua. Saya yakin, tidak ada orang tua yang pernah berharap buruk pada anaknya, apalagi melegitimasi seks bebas atau narkoba. Orang tua memang mempunyai peran dalam mendidik anak-anaknya, tapi orang tua tentunya akan kesulitan kalau harus terus-menerus memantau anak karena tidak semua orang tua kumpul dengan anaknya.Di samping itu, akses orang tua terhadap anak --terutama mahasiswa-- begitu sulit. Mengingat mahasiswa sudah dianggap orang yang sudah dewasa, dan ada kecenderungan mahasiswa menyembunyikan hal ini dari orang tuanya. Jadi, sekali lagi hal ini tidak bisa sepenuhnya menjadi kesalahan orang tua. Tetapi memang, peran orang tua untuk itu harus ada, setidaknya memberi nasihat serta yang penting melakukan kontrol terhadap anaknya.

Seumuran mahasiswa, secara psikologis sudah tergolong orang dewasa. Karena dianggap telah mempunyai kemampuan berpikir yang matang. Mahasiswa sudah dianggap mempunyai paradigma berpikir yang kompleks. Sudah dianggap bisa membedakan mana yang baik dan buruk. Sehingga tidak ada alasan menyalahkan orang lain selain dirinya sendiri. Walaupun demikian, masih saja banyak mahasiswa yang tidak mampu lepas dari gejolak hasrat dan birahinya.

SENJA HARI DI UJUNG PLAWANGAN


Seperti yang telah kami lakukan diwaktu lalu, rasa rindu untuk kembali mencoba kehidupan di alam membuat kami bernostalgia kembali bersama teman-teman seangkatan yang suda pensiun dari PALAPSI UGM ( Pecinta Alam Psikologi UGM ). Lama tidak merasakan bukan berarti kami lupa untuk kembali membuat manajemen perjalanan yang biasa kami lakukan di masa lalu. Di awali dengan brieffing yang di ikuti oleh andri “cicie” dan mogel “papi” sebagai seksi perlengkapan, edy “susan” dan adi “da’ i cabul” sebagai seksi transportasi, diana “mami” karena dah pengalaman jadi bendahara dipercaya sebagai pemegang duit, Deby “deb” dan luli “ulil albab” mendapat tugas sebagai juru medis atau P3K, sedangkan Rina “kucing” karena sudah berumah tangga dan Risty “tembem” yang doyan makan dipercaya menjadi manajer konsumsi dan terakhir Jamal “jambul bradut” ( penulis ) menjadi Project Officer ( PO ). Belanja dan packing barangpun dilakukan sesudahnya. Tak lupa peta merapi digelar, bukan untuk alas main kartu, melainkan untuk di baca dan dipelajari. Dicari titik yang sekiranya besok akan dituju. Akhirnya sepakat menuju titik…. Yang terletak diantara bukit Turgo, bukit Plawangan dan puncak Merapi.
Besoknya. lima motor bergerak meninggalkan jogja yang panas. Jarum jam menunjukkan pukul 13.00 ketika perlahan namun pasti bergerak menuju Kinahrejo yang akan dijadikan Base Camp. Perjalanan yang lumayan melelahkan, setelah itu dilanjutkan dengan berjalan kaki sehabis istirahat sebentar, pindah dari satu punggungan ke punggungan lain. Tidak lupa di setiap lokasi strategis kami berusaha untuk kembali mengasah kemampuan berorientasi medan dan baca peta kompas. Sayang besarnya keinginan belajar tidak diimbangi oleh peralatan kompas yang Valid. Tepat pukul 15.30, kami tanpa disangka sudah sampai dititik yang ingin di tuju. Tepat pula saat itu hujan rintik mulai turun dan angin batang dengan hembusan yang lumayan kencang dan mendinginkan tubuh.
Dengan cekatan tenda mulai didirikan, syukurlah cuaca mulai bersahabat . tanpa berusaha menyiakannya, acara masak-memasakpun dimulai. Menu spesian hari itu adalah Bakmi Godhog pakai telur dan bakso. Tak lupa omlet sebagai lauknya. Begitu banyaknya hingga bukan lagi dengan sistem jatah, melainkan dengan prasmanan untuk menagmbilnya. Akibatnya, terlihat lagi siapa yang masih menjadi “karung” (yang banyak makan) diantara kami. Pada kesempatan itu, susan menduduki peringkat pertama dengan menghabiskan satu misting nasi, tiga omlet, lima gelinding bakso dan dua gelas the poci disusul aku dan papi serta da’i cabul yang kalah tipis, baru kemudian cicie’ dan mami dengan jarak yang lumayan jauh, deb, ulil, tembem dan kucing menjadi juru kunci dengan mneghabiskan jumlah porsi yang sama.
Suasana masih terang saat tidak ada lagi yang bisa dimakan. Bukit Turgo begiru tenang berdiri, sedangkan bukit Plawangan begitu tegar membentang. Dan, merapi pun diam dalam kegarangannya. Yang nampak hanyalah wajahnya yang begitu kasar dan kepulan asap putih dari kepundannya. Matapun tertuju pada pemandangan senja dilangit yang luar biasa indahnya. Bias cahaya dari sang surya yang mulai bergulir kebarat memberikan nuansa senja yang sebenarnya begitu sayang bila tidak diabadikan. Dengan kamera dan handycam yang ada semua menjadi bukti kebersamaan yang kami bawa, memandang sekeliling suasana senja sore hanya berdecak kagum yang bisa kami lakukan dan dalam hati berseru : semoga beginilah damai dunia.

Toek PALAPSI UGM ’99: Sukses tuk kita semoka kebersamaan ini tidak akan pernah terpisahkan. Love you so much