Jumat, 14 Maret 2008

Ada Berapa Perempuan??



Matikan lampu
Mainkan Bethofen di atas gramaphone
Menarilah…
Dengan kaki telanjangmu
Karena kau Hamlet
Dengan sepucuk revolver 36
Tiga butir peluru di jari!


Dalam lapangan politik, di parlemen Indonesia, di sana hanya ada 12% wakil rakyat perempuan. Dan hanya satu orang pemimpin partai perempuan di antara 48 partai yang ada. Di lapangan ekonomi, di sana, pada posisi administrator dan manager hanya 6,6% diduduki perempuan. Dan di sana, perempuan sebagai profesional dan pekerja teknis hanya 40,8%. Pada kasus kemiskinan, di sana, gender ternyata merupakan salah satu faktor penyebabnya. Meskipun sulit diketahui secara pasti, tetapi angka kasarnya menunjukkan bahwa dari 60% pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan, mereka hanya menerima 10% hasil pekerjaannya tersebut. Di sana, di bidang pendidikan, perempuan dewasa melek huruf mencapai 76,4%, sementara laki-laki 88,8%.
Di sana, angka kematian ibu hamil/melahirkan masih tinggi, 20.000 per tahun. Ini setara dengan sebuah pesawat jumbo jet yang jatuh tiap minggu dan menewaskan seluruh penumpangnya. Di sana, penyebab langsung kematian ibu, seperti bleeding mencapai 40-60%, infeksi 20-30%, dan eklamsia 20-30%. Namun di sana, penyebab tidak langsung juga sangat mendasar dalam mempengaruhi tingginya angka kematian ibu seperti, rendahnya status perempuan, pendidikan ibu, dan keadaan sosial ekonomi keluarga.
Di sana, sebelum gelombang pemutusan hubungan kerja melanda hingga awal 1998, perempuan merupakan 38% dari seluruh angkatan kerja atau 35 juta orang. Di sana, catatan Ditjen Binawas Depnaker (Januari 1998) menunjukkan ada 125 perusahaan telah atau akan memberhentikan sebagian atau seluruh pekerjanya. Di sana, pekerja perempuan adalah korban dan prioritas pertama PHK.
Di sana, di tanah bernama Indonesia raya, 1 juta perempuannya terdesak menjadi pekerja seks. Dan di sana, setiap bentuk dehumanisasi perempuam palinng kasat mata terus berlangsung.

Di sana, menurut studi yang sangat layak dipercaya, 80% pendapatan perempuan digunakan untuk kesejahteraan keluarga, sementara pada laki-laki hanya 60%. Di sana, hasil analisis terhadap 300-an iklan di 4 majalah perempuan, hanya sedikit sekali iklan yang sensitif gender.
Di sana, perempuan selalu menjadi korban suasana chaotic: 168 korban pemerkosaan massal 12-13 Mei, 200 korban DOM Aceh, 4000 korban invasi Timor-timur dll. Dan di sana, di sana, juga di sana perempuan masih merupakan minoritas yang dibedakan. Sampai kapan?

…Dan Kartini pun menangis!!!

Antara Jakarta dan Jogja


Menyusuri jalan-jalan kenangan
antara Jakarta dan Jogja
ada serpihan memori tercecer beberapa waktu lalu
mungkin dia terlupa menguburkannya
atau kau yang sengaja membiarkan begitu
karena berharap pada keajaiban di sana

antara Jakarta dan Jogja adalah sketsa impian
melangkahi batas keraguan sembari memeluk harapan
melewati leliku keresahan demi keresahan di sela-sela ketulusan
berkabut di mata, jalan di depan dibayangi kesamaran
ingin menoleh tapi jalan kembali kian terlupakan
mungkin harus berhenti dipenghujung jalan

Semua Yang Terlambat!!!


aku..
hanya sinar yang melintas
sekedip
bagai kunang kunang kecil
dan engkau sayap sayap yang meranggas
seusai
sekepak kau mengudara
membawa hatiku semua…

kita…
ialah kata
yang terlambat
tercipta
yang semestinya tak terjadi
dan cinta
ialah rasa yang pertama dan terakhir
tuk merangkum kerinduan
kepasrahan dan maafku…

tuk semua…
yang terlambat kulakukan
tuk semua
yang tak sanggup ku janjikan
tuk semua…

lama kucoba
memandang jejak kaki kita
tanpa sesak…
menerimamu tanpa aku mengerti
indahnya arti hari ini
tanpa harapan tuk kembali…

kesemua yang tak sempat kuungkapkan
kesemua yang tak tepat kuungkapkan
yang tak usai kujalani
yang tak ingin kuingkari
dan semua...

Jogja... Sebuah Cerita..


Seiring laju kereta...
Semoga air mata tidak mengalir malam ini...
Kapan kita akan bertemu??
Biar waktu yang menjawabnya...

Tertawa..
Bercanda..
Gila bareng..
Menangis..

Adalah cerita tersendiri
Terima Kasih ya dek...

Kenapa Harus Dia???


Aku bersimpuh pada sajadah

Kenapa cinta selalu menyakitkan

Aku berteriak dalam sepi malam

Kenapa rasa ini begitu dalam

Dan aku bertanya pada diriku

Kenapa harus dia?

Aku benci dengan diriku

Aku benci dengan perasaanku

Kuberusaha bangkit

Kuingin kembali tersenyum

Kucoba tertawa

Namun…

Semakin aku tertawa

Semakin aku sadar bahwa aku sakit

Kenapa harus dia??

Kenapa harus ada rasa ini?

Padahal aku tahu

Dia tidak akan kuraih

Melihat wajahnya

Mendengar suaranya

Mengetahui kabarnya

Membaca keluh kesahnya

Menangis memikirkan dia dalam kesendirian

Adalah cerita tersendiri

Aku menganggapnya teman

Tapi saat rasa itu muncul

Dan semakin berkembang

Aku menjadi benci

Kenapa harus dia?

Orang yang kuanggap teman

Yang kutahu tidak akan mungkin

Kucoba tuk menghindar

Mencoba tuk membuat yakin

Dengan perasaanku sendiri

Tetapi tetap jawaban itu sama

Kenapa harus dia?

Aku mencoba lari dan pergi

Tapi kenapa bayangannya selalu mengikuti