Senin, 28 Januari 2008

Antara Cinta dan Nafsu...


Banyak muda-mudi jaman sekarang yang asyik terseret dalam pergaulan bebas. Pacaran seolah menjadi budaya. Pacaran menjadi nuansa bagi mereka untuk menuangkan rasa cinta pada sang kekasih. Rasa rindu ingin bertemu selalu menghantui mereka, para remaja yang sedang dimabuk cinta. Malangnya, ajang bercengkerama dua anak manusia berlainan jenis ini lebih digemari dari pada membaca buku-buku motivasi atau kegiatan positif lainnya. Lebih malang lagi, tontonan sinetron-sinetron di televisi lebih memperparah lagi keadaan ini.
Tak dapat dipungkiri lagi, di masa sekarang, ada keprihatinan mendalam di balik fenomena itu. Dengan "mengatasnamakan cinta", muda-mudi itu banyak yang lupa akan batasan-batasan yang digariskan agama. Melalui ajang yang disebut pacaran itu, terjadilah sebuah interaksi intensif dari perasaan saling suka, sering bertemu, dan seterusnya yang berujung pada terjadinya berbagai kontak fisik dalam kesempatan yang sepi berdua. Tak jarang mereka sampai terjerumus dalam sensasi Making Love, karena tak bisa mengendalikan diri. Akhirnya, hubungan yang awalnya istimewa bagi mereka, menjadi penyebab terjadinya dosa besar dan hancurnya masa depan bagi pelakunya. Sekali lagi, sebelumnya mereka melakukannya dengan "mengatas namakan cinta".
Ada kisah nyata seorang wanita yang dulu jadi teman sekelas semasa SD. Dia adalah gadis yang manis menurut penilaian umum. Walau sedikit centil, ia banyak disukai teman-temannya. Sejak SD ia sudah telibat hubungan asmara dengan kakak kelas yang juga masih tetangga saya. Walau itu mungkin cinta monyet, namun kisah itu terus berlanjut hingga SMA. Malangnya, ketika masih kelas 1 SMA, si gadis ternyata telah berbadan dua sehingga mau tidak mau harus kawin sangat muda. Tak berapa lama, keluarlah anaknya dari rahimnya sehingga dapat dikata ABG (Anak Baru Gede) tiba-tiba mengeluarkan anak yang bisa "gede". Setelah semua itu terjadi, hilanglah masa-masa indah si gadis dalam berproses menjadi manusia dewasa. Dia harus menjadi sosok ibu di saat jiwanya masih pancaroba, sementara gadis-gadis lain sedang menikmati kebebasan mencari jati diri. Dia kini kelihatan sudah tua dengan badan gemuknya layaknya ibu-ibu kelahiran era 70an. Kecantikannya hanya terlihat sekejap mata setelah bencana itu tak dapat dihindarinya. Ia telah kehilangan masa mudanya… Lalu, siapa yang salah?
Begitu naifkah, kata cinta yang harusnya dijaga kesuciannya, menjadi ternoda. Lalu, benarkah itu cinta? Ataukah hanya nafsu yang terkamuflase? Jadi, ketika sepasang muda-mudi sedang asyik berduaan, sebenarnya cinta ataukah nafsu mereka yang "berbicara"? Apakah emosi ataukah akal sehat mereka yang lebih dominan?
Jika ada seorang gadis yang berkata pada kekasihnya, "Kuserahkan segala milikku untukmu sebagi bukti cintaku padamu…" Dia menganggap itu sebagai sebuah pengorbanan karena cinta. Tapi begitukah pengorbanan untuk cinta? Ataukah itu untuk nafsu? Ada seorang pemuda menanyakan pada pacarnya, "Bila kau benar cinta padaku, apa buktinya?" Atau dalam kesempatan lain, "Sebagai bukti cinta, maukah kau kucium, kupeluk… (dan seterusnya)." Atau dalam kasus lain, jika yang minta ini itu adalah sang gadis, dan ketika si pemuda menolaknya lantas dibilang pengecut. Apakah harus begitu membuktikan cinta?
Begitu mudahkah mengatas namakan "cinta" untuk suatu perbuatan dosa. Apakah itu benar cinta, atau itukah yang dinamakan nafsu? Yah, sebagai makhluk jenius yang dikaruniai akal budi yang sempurna, kita sebagai manusia pasti tahu perbedan keduanya, antara nafsu dan cinta. Dan sebagai generasi muda yang terpelajar, sudah sepantasnyalah kita tidak mencampuradukkan kedua hal itu untuk melegalkan hasrat (baca: hawa nafsu) kita.
Sekarang adalah era informasi yang serba canggih, bukan era manusia gua ratusan abad yang lalu. Manusia semakin cerdas dan punya peradaban tinggi. Jadi, harus tahu apa itu arti cinta yang sesungguhnya, dan jangan menodai makna cinta dengan pelampiasan hasrat nafsu birahi dengan mengatasnamakan cinta.
Begitu memprihatinkan pergaulan bebas muda-mudi di jaman ini, yang melegalkan perbuatan maksiat sebagai sebuah kebiasaan yang wajar. Hal itu bukan tanpa bukti. Ada wanita yang berkisah langsung dan katanya ingin bertaubat. Ada juga laki-laki yang berkisah dengan perasaan bangga tanpa ada niat memperbaiki diri sedikitpun. Ada juga cerita dari teman yang sering dijadikan curhat teman-temannya. Pendek kata, kita harus mengurut dada mengetahui realitas kelabu ini. Mereka ada di tengah-tengah kita. Itu terjadi di tengah-tengah kita.
Belum lagi banyaknya kasus-kasus pergaulan intim muda-mudi di luar nikah yang menghebohkan, direkam layaknya film dokumenter, namun akhirnya aib itu tersebar. Dan bagi si pelaku, pasti malu yang tak terkira harus mereka tanggung. Juga bagi keluarganya, itu semua menjadi aib yang memalukan, menghancurkan martabat keluarga, dan meluluhlantakkan segala kebanggaan. Ironisnya, pelakunya kebanyakan adalah sepasang kekasih yang masih pelajar atau mahasiswa. Lebih ironis lagi, mereka melakukannya atas nama cinta.
Pertanyaannya: apakah semua itu akan dibiarkan saja? Atau biarlah jadi bahan pemberitaan belaka?
Nama cinta bukanlah untuk sesuatu yang nista. Cinta adalah anugerah Tuhan yang harus kita jaga kesuciannya. Jika kita mencintai kekasih kita, maka dengan cinta itulah kita menjaganya, bukan menodainya. Cinta selalunya suci dan mulia bila ia dimiliki oleh seorang "pecinta sejati". Banyak kisah cinta yang menjadi legenda. Tajmahal yang indah di negeri India tercipta karena cinta. Rabiah Al Adawiyah menjadi legenda sufi wanita karena cintanya pada Tuhannya.
Pasangan legenda Rama-Shinta, Romeo-Juliet, Kais-Laila, menjadi kisah sepanjang masa karena cinta mereka. Tidak ada kisah melegenda tentang nafsu yang tak terkendali dalam hubungan dua insan lain jenis tanpa ikatan pernikahan. Adanya hanyalah skandal, perselingkuhan, perzinaan, dan nama lain sejenis yang amoral.
Jadi, jangan katakan 'cinta' jika kita tidak bisa memaknainya dengan makna yang sebenarnya. Jangan samakan cinta dengan nafsu hanya karena kita kurang kendali diri. Jangan mengkambinghitamkan cinta sebagai sarana pelampiasan nafsu. Dan yang lebih penting lagi, pergaulan bebas tak akan terjadi bila muda-mudi kita bisa memaknai cinta dengan sebenarnya dan memegang teguh ajaran agama dengan konsisten sampai tiba masanya gerbang pernikahan terbuka.

Sabtu, 26 Januari 2008

Izinkan Do'aku



Tuhan, izinkanlah ini menjadi suatu doa.“Aku minta ada satu waktu yang bisa kami habiskan bersama. Izinkan aku boleh merasakan detak jantungnya dan beban yang sedang dia tanggung. Izinkan aku jadi satu orang yang bisa dipercaya olehnya. Kalaupun aku harus tetap jadi seperti apa adanya kau sekarang.... Tolong tetap izinkan ini terjadi.”

SAYA


Saya: hanya orang biasa yang mencoba menjadi luar biasa, hanya mencoba bersyukur dengan kapasitas yang saya punya. hanya mencoba memberi walau dengan keterbatasan...bukankah kita akan tahu seberapa ikhlasnya kita saat semua terbatas??? saya: bukan siapa-siapa yang mencoba menjadi bermakna.

MOTIVASI BERPRESTASI



Dalam hal ini ada suatu tambahan sekelumit tentang sebuah pendekatan baru dalam melihat, mengukur, dan meramalkan kesuksesan seseorang. Pendekatan teoritis ini disebut adversity quotient (AQ) yang dikembangkan pertama kali oleh Paul G. Stoltz. Ia beranggapan bahwa IQ dan EQ yang sedang marak dibicarakan itu tidaklah cukup dalam meramalkan kesuksesan orang. Stoltz mengelompokkan individu menjadi tiga: quitter, camper, dan climber.
Pengunaan istilah ini memang berdasarkan pada sebuah kisah ketika para pendaki gunung yang hendak menaklukan puncak Everest. Ia melihat ada pendaki yang menyerah sebelum pendakian selesai, ada yang merasa cukup puas sampai pada ketinggian tertentu, dan ada pula yang benar-benar berkeinginan menaklukan puncak tersebut. Itulah kemudian dia mengistilahkan orang yang berhenti di tengah jalan sebelum usai sebagai quitter, kemudian mereka yang merasa puas berada pada posisi tertentu sebagai camper, sedangkan yang terus ingin meraih kesuksesan ia sebut sebagai climber.
Teori ini sebenarnya tetap melihat pada motivasi individu. Mereka yang berjiwa quitter cenderung akan mati di tengah jalan ketika pesaingnya terus berlari tanpa henti. Sementara mereka yang berjiwa camper merasa cukup puas berada atau telah mencapai sebuah target tertentu, meskipun tujuan yang hendak dicapai masih panjang. Dan mereka yang berjiwa climber akan terus pantang mundur menghadapi hambatan yang ada di hadapannya. Ia anggap itu sebagai sebuah tantangan dan peluang untuk meraih hal yang lebih tinggi yang belum diraih orang lain.

Quitter
Menolak untuk mendaki lebih tinggi lagi
Gaya hidupnya tidak menyenangkan atau datar dan “tidak lengkap”
Bekerja sekedar cukup untuk hidup
Cenderung menghindari tantangan berat yang muncul dari komitmen yang sesunguhnya
Jarang sekali memiliki persahabatan yang sejati
Dalam menghadapi perubahan mereka cenderung melawan atau lari dan cenderung menolak dan manyabot perubahan
Terampil menggunakan kata-kata yang sifatnya membatasi, seperti “tidak mau”, “mustahil”, “ini konyol”, dsb.
Kemampuannya kecil atau bahkan tidak ada sama sekali; mereka tidak memiliki visi dan keyakinan akan masa depan, kontribusinya sangat kecil
Camper
Mereka mau untuk mendaki, meskipun akan “berhenti” di pos tertentu, dan merasa cukup sampai disitu.
Mereka merasa cukup puas telah mencapai suatu tahapan tertentu (satis-ficer)
Masih memiliki sejumlah inisiatif, sedikit semangat, dan beberapa usaha
Mengorbankan kemampuan individunya untuk mendapatkan kepuasan, dan mampu membina hubungan dengan para camper lainnya.
Menahan diri terhadap perubahan, meskipun kadang tidak menyukai perubahan besar karena mereka merasa nyaman dengan kondisi yang ada
Mereka menggunakan bahasa dan kata-kata yang kompromistis, misalnya, “Ini cukup bagus,” atau “Kita cukuplah sampai sini saja”
Prestasi mereka tidak tinggi, dan kontribusinya tidak besar juga
Meskipun telah melalui berbagai rintangan, namun mereka akan berhenti juga pada suatu tempat dan mereka “berkemah” di situ
Climber
Mereka membaktikan dirinya untuk terus “mendaki”, mereka adalah pemikir yang selalu memikirkan kemungkinan-kemungkinan
Hidupnya “lengkap” karena telah melewati dan mengalami semua tahapan sebelumnya. Mereka menyadari bahwa akan banyak imbalan yang diperoleh dalam jangka panjang melalui “langkah-langkah kecil” yang sedang dilewatinya
Menyambut baik tantangan, memotivasi diri, memiliki semangat tinggi, dan berjuang mendapatkan yang terbaik dari hidup; mereka cenderung membuat segala sesuatu terwujud
Tidak takut menjelajahi potensi-potensi tanpa batas yang ada di antara dua manusia; memahami dan menyambut baik risiko menyakitkan yang diimbulkan karena bersedia menerima kritik
Meyambut baik setiap perubahan, bahkan ikut mendorong perubahan tersebut ke arah yang positif
Bahasa yang digunakan adalah bahasa dan kata-kata yang penuh dengan kemungkinan-kemungkinan; mereka berbicara tentang apa yang bisa dikerjakan dan cara mengerjakannya; mereka berbicara tentang tindakan, dan tidak sabar dengan kata-kata yang tidak didukung dengan perbuatan
Memberikan kontribusi yang cukup besar karena bisa mewujudkan potensi yang ada pada dirinya
Mereka tidak asing dengan situasi yang sulit karena kesulitan merupakan bagian dari hidup
Diadaptasi dari Adversity Quotient: Mengubah Hambatan Menjadi Peluang.


Gambaran di atas, secara kualitatif, bisa dijadikan sebuah bentuk komparasi terhadap teori motivasi berprestasi McClelland. Sebenarnya teori McClelland ini sudah jarang digunakan seiring dengan munculnya temuan-temuan dan inovasi-inovasi baru dalam ilmu pengetahuan. Teori motivasi berprestasi sendiri booming sekitar tahun 80-an dan medio 90-an di Indonesia. Setelah itu teori ini kemudian jarang digunakan dalam pelatihan-pelatihan. Teori ini memang cenderung individualistik, sementara untuk pekerjaan yang dibutuhkan kerja sama tim diperlukan formula lain. Maka muncullah team building yang biasanya dalam bentuk outdoor atau outbond training.
i

Generalist dan specialist



“Pada dasarnya apakah seorang yang sudah duduk menjadi specialist bisa berpindah menjadi generalist ataupun sebaliknya. Maka jawabannya adalah bisa.

Saya pernah membantu sebuah perusahaan minyak yang ternyata hampir semua manager nya adalah type specialist. Seiring dengan berjalannya waktu, kita berusaha membuat banyak program yang mengarahkan para manager yang specialist tsb. menjadi generalist. Dan kenyataannnya cukup berhasil, walaupun cukup besar effort, tenaga dan waktu untuk hal tsb.

Sedangkan penggunaan PI biasanya adalah sebagai referensi dalam membuat decision pada saat seseorang pekerja mencapai titik tertentu dimana ybs harus diarahkan karir nya ke arah jalur karir specialist atau generalis. Namun demikian kami selalu mengkombinasikan kenyataan yang ada dipekerjaan sehari-hari, hasil assesment dan tools lainnya.

PI juga bisa digunakan pada saat recruitment, hanya saja bagi industry migas hal ini hanya dipakai sebagai referensi saja, bukan untuk sebuah decision dari penempatan. Mengapa ? karena once kita me rekrut seseorang maka kita akan melihat terlebih dahulu hasil kerja di tempat kerja nya. Dari sana bisa dilihat apakah dia benar type specialist atau generalist.

Kami malah punya pengalaman yang sangat unik dimana dari PI adalah type specialist, dari hasil team building juga kelihatan specisliat nya ybs, ternyata pada saat kami tempatkan sebagai team leader, ybs mencapai kinerja yang optimum.

Jadi semuanya tergantung kita sebagai orang HR (dengan segala HR program, HR tools, HR policy, karir model, dsb.) dan ybs tentunya untuk dapat melihat hal pekerjaan dan seberapa adaptive seseorang pekerja dapat menghadapi semua yang ada di depannya.”
“Kalau yang meningkat Jabatan diberikatan peningkatan Position Allowance.
Kalau yang meningkat Competency diberikatan peningkatan Pay for Competence (Based Salary)
Kalau yang meningkat Performance maka seyogyanya diberikatan peningkatan - pay for Performance - Performance Allowance (bisa berwujud Bonus dll)
Bila Salary/Compensation/Remuneration Structurenya sudah mengakomodir ketiga hal tersebut”

Selasa, 22 Januari 2008

MAAF KITA TIDAK DAPAT BERSATU!!!



Menggapai sebuah ketenangan hati ketika bertemu dengan seseorang bukanlah hal yang mudah.Menggapai sebuah kenyamanan dalam benak bukanlah hal yang ringan dan sederhana.Menggapai sebuah impian yang terlihat sangat tidak mungkin pastilah membutuhkan waktu dan pengorbanan yang cukup besar.
Untuk bisa jujur dan mengakui dalam hati kalau aku mulai tertarik padamu pun rasanya berat.Karena aku tahu dan sadar benar bahwa segala sesuatunya sangat tidak mungkin untuk dilanjutkan.Sebesar apapun pengorbanan yang aku lakukan tidak akan pernah bisa mengalahkan segala tantangan yang ada di depan mata.Segala yang kita lakukan, betapa besar dan hebat pun itu di hadapan orang lain, tetap ssaja tidak ada artinya dan tidak bisa disebut bahwa “Cinta Kita Menang”.Kenapa??Karena aku ada dalam suatu ketetapan yang sudah tidak bisa diubah.Kau pun ada, pada posisi yang tidak bisa diubah.Kali ini, aku sungguh menyadari dan melihat betapa kejamnya dunia ini.Bahkan boleh dibilang SADIS.Ketika aku belajar mempercayakan hati, pikiranku dan seluruh keberadaanku, padamu, aku disadarkan oleh KENYATAAN : Kita Tidak Bisa Bersatu.

Maaf...!!!!


Pernahkah kau merasa melukai hati seseorang?bukan sekadar orang lain.....tapi dia adalah temanmu...bahkan teman baru yang kamu kenal...**** Rasa itu berkecamuk dalam hatiku...Hingga akupun tak tahu bagaimana mengusirnya....Aku percaya pada-Nya.....sangat percaya........Maaf itu kan selalu ada.....Akan tetapi, sesal itu terlalu setia menemaniku...bahkan di saat aku merasa sendiri.....Kau tahu bagaimana saat itu aku akan begitu sakit...sakit sekali......Namun, hanya seuntai kata maaf kukirim padamu...hingga air mata itu meninggalkan pelupuk mataku......dan membiarkanku...merasa sendiri.....

Senin, 21 Januari 2008

Ketika Hidup Berbicara


Dalam setiap perjalanan hidup ada begitu banyak cerita yang bisa ditorehkan. Terkadang sulit untuk menuliskan yang pahit, tapi itulah yang memberikan keindahan dalah hidup. Terkadang jemu menuliskan yang indah, tapi itulah pendorong di kala BERAT. Hidup berbicara tentang masa lampau di masa sekarang dan masa yang akan datang.

Minggu, 20 Januari 2008

Dindaku



Dindaku sayang...

Rembulan di langit hatiku

Bila cinta itu kini mencari seseorang

Tuk bersemayam di hatinya

Maka dia telah hadir di sini

Di dasar hatiku...

Dia akan kuberikan padamu...

Bila cinta itu tengah mencari peraduan

Maka dia telah sampai ke peraduannya

Di sini...

Di dasar hatiku...

Dia akan kusenandungkan untukmu...

Selasa, 01 Januari 2008

Bidadariku


Bidadariku...

Namamu tak terukir dalam catatan harianku

Asal usulmu tak hadir dalam diskusi kehidupanku

Wajah wujudmu tak terlukis dalam sketsa mimpi-mimpiku

Indah suaramu terekam dalam pita bathinku

Namun, kau hidup...

Mengaliri pori-pori cinta dan semangatku

Sebab...

kau adalah hadiah agung dari Tuhan untukku!!