SEKS bebas di kalangan mahasiswa sebenarnya bukan barang baru, bahkan termasuk sangat klise. Dari dulu mahasiswa sebenarnya memang sangat dekat dengan hal ini, walaupun tidak seheboh belakangan ini.
Fenomena seks bebas --baik yang sudah kepergok atau belum-- di kalangan mahasiswa dapat dipastikan terjadi di mana saja. Di daerah manapun yang notabene hidup berdampingan dengan komunitas mahasiswa, dapat dipastikan akan mendengar bau pembicaraan fenomena klasik ini. Bahkan fenomena seks bebas di kalangan mahasiswa tidak hanya terjadi dengan mahasiswa secara umum, tapi juga terjadi di kalangan aktivis mahasiswa. Pembicaraan ini bukan rahasia umum lagi. Bukan lantaran karena ada buku yang menjelaskan tentang ini (lihat, Sex In The Kost, Iip Wijayanto, 2003), akan tetapi dunia aktivis memang relatif dekat dengan ini. Aktivis akan relatif mudah bersentuhan dengan “barang” satu ini, karena secara umum aktivis mempunyai kemampuan retorika untuk dapat dengan mudah menggaet seorang mahasiswi, apalagi mahasiswi baru. Walaupun tentunya tidak semua aktivis melakukan hal ini.Sangat tidak bijaksana membebankan kesalahan ini kepada agama yang dianggap tidak mampu menyelesaikan masalah ini.
Agama tidak bisa disalahkan. Karena pada dasarnya agama mengajarkan umat manusia untuk berbuat kebajikan dan mencegah perbuatan yang keji dan mungkar. Kurangnya pondasi keagamaan dan rendahnya kualitas iman seseorang menyebabkan hal ini terjadi. Benar!Selain agama, yang juga sering menjadi korban adalah orang tua. Sebagian menganggap peran orang tua sangat penting dalam pembinaan mentalitas anak-anaknya. Tapi, bukan berarti kesalahan ini bisa dilimpahkan kepada orang tua. Saya yakin, tidak ada orang tua yang pernah berharap buruk pada anaknya, apalagi melegitimasi seks bebas atau narkoba. Orang tua memang mempunyai peran dalam mendidik anak-anaknya, tapi orang tua tentunya akan kesulitan kalau harus terus-menerus memantau anak karena tidak semua orang tua kumpul dengan anaknya.Di samping itu, akses orang tua terhadap anak --terutama mahasiswa-- begitu sulit. Mengingat mahasiswa sudah dianggap orang yang sudah dewasa, dan ada kecenderungan mahasiswa menyembunyikan hal ini dari orang tuanya. Jadi, sekali lagi hal ini tidak bisa sepenuhnya menjadi kesalahan orang tua. Tetapi memang, peran orang tua untuk itu harus ada, setidaknya memberi nasihat serta yang penting melakukan kontrol terhadap anaknya.
Seumuran mahasiswa, secara psikologis sudah tergolong orang dewasa. Karena dianggap telah mempunyai kemampuan berpikir yang matang. Mahasiswa sudah dianggap mempunyai paradigma berpikir yang kompleks. Sudah dianggap bisa membedakan mana yang baik dan buruk. Sehingga tidak ada alasan menyalahkan orang lain selain dirinya sendiri. Walaupun demikian, masih saja banyak mahasiswa yang tidak mampu lepas dari gejolak hasrat dan birahinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar