Masihkah Kita Rindu Pada Ramadhan?
Marhaban Yaa... Ramadhan...
Bulan suci tinggal esok hari. Suatu bulan yang amat spesial bagi sebagian besar umat muslim. Bulan dimana kedatangannya selalu disambut gegap gempita bahkan satu bulan sebelum bulan tersebut datang. Hampir semua lini kehidupan di negeri ini seperti beranjak dari tempat duduk. Saya tidak tahu apakah hal seperti ini juga terjadi di negara-negara lain yang bermayoritas masyarakat muslim. Tapi yang pasti fenomena ramadhan di Indonesia sangat menggelitik kepala saya. Senyuman getir atau bahkan gelengan kepala rasa kasihan bila melihat gegap gempita nuansa songsong bulan suci. Tapi kadang yang justru muncul perasaan lucu, apabila otak kiri saya yang mencerna informasi yang diterima dari mata dan telinga. Kata-kata ustad ataupun kyai yang sering saya dengar bahwa bulan Ramadhan adalah bulan yang seharusnya dirindukan kaum muslim sering saya pertanyakan. Dimana sebenarnya letak kerinduan dari mereka yang menyebut dirinya muslim? Polah tingkah pengejawantahan kerinduan ramadhan yang sering membuat tertawa dalam hati itupun menggugah dri saya untuk menuliskannya dalam edisi tulisan kali ini. Tapi sebelumnya saya akan katakan bahwa yang saya tulis ini adalah se-mata-mata apa yang saya rasakan, lihat dan dengar, apabila ada kesinisan dari para pembaca yang budiman saya mohon jangan terlalu dimasukkan ke dalam hati. Silahkan simak beberapa bentuk kerinduan-kerinduan pada bulan Ramadhan di bawah ini,
Kerinduan bocah pada Ramadhan
Rindu pada ramainya suasana kampung di malam hari dan waktu sahur hingga sesudah subuh.
Rindu pada es kolak pisang dengan campuran buah kolang-kaling dan potongan tapai serta butiran cengkih, buatan ibunya di waktu buka.
Rindu pada ramainya mushola yang hanya pada bulan Ramadhan penuh sesak.
Rindu pada makanan gratis hidangan berbuka di mushola.
Rindu pada uang lima ribuan yang dibagi-bagi oleh Pak Berlin setelah tarawih ketika ia ketiban jatah jadi imam.
Rindu pada tontonan kembang api dan gemuruh mercon di kampung.
Rindu pada kegiatan membangunkan sahur keliling kampung sambil tetabuhan riuh gaduh.
Rindu pada begadang sampai pagi, karena hanya pada bulan puasa mereka mendapatkan hak orang dewasa tersebut.
Kerinduan-kerinduan seorang bocah pada bulan Ramadhan di atas mungkin di beberapa kota besar sudah jarang atau bahkan tidak sama sekali bisa kita temui lagi saat ini. Sebuah kerinduan yang mungkin dianggap sangat picisan bagi yang dinamakan peradaban, peradaban modern kata mereka. Peradaban PlayStation, peradaban Mall, peradaban Skater dan peradaban-peradaban non pribumi lainnya.
Kerinduan bujang pada Ramadhan
Rindu pada janjian taraweh bareng dengan sang pujaan hati.
Rindu pada janjian jalan-jalan pagi setelah sholat subuh dengan pujaan hati.
Rindu pada teriakan-teriakan membangunkan sahur lewat corong speaker mushola.
Rindu pada bersiut-siut nakal pada gadis-gadis ketika "ngabuburit"
Rindu pada terlihat sebagai pemuda unggulan pada kepanitiaan ramadhan di mushola kampung.
Rindu pada mencuri-curi kesempatan membatalkan puasa di warung sate di siang bolong.
Sekali lagi kerinduan-kerinduan bujang pada bulan Ramadhan di atas mungkin sudah tidak kita temui. Dan sekali lagi sebuah kerinduan yang mungkin dianggap sangat picisan bagi "peradaban modern". Peradaban Night Club, peradaban Cafe, peradaban Pool, peradaban Discotique, peradaban Night Race, peradaban Mobil & Motor Modifikasi, dan peradaban-peradaban non pribumi lain.
Kerinduan gadis pada Ramadhan
Rindu pada tampil lebih cantik dengan jilbab barunya.
Rindu pada senyuman-senyuman nakal sang bujang saat akan taraweh.
Rindu pada sanjungan atas hidangan yang dimasak untuk acara buka bersama di mushola.
Rindu pada panggilan-panggilan rasa sayang di waktu sahur dari pengeras suara mushola.
Rindu pada pujian dari orang tua sang pujaan sebagai seorang gadis yang tambah ayu, ketika menghantar hidangan berbuka kiriman sang ibu.
Rindu pada siutan-siutan nakal para bujang ketika "ngabuburit"
Rindu pada bertingkah memanasi hati sang adik dengan minum es campur di siang hari ketika datang bulan datang.
Dan sekali lagi, kerinduan-kerinduan gadis pada bulan Ramadhan di atas mungkin sudah tidak kita temui lagi. Sebuah kerinduan yang mungkin dianggap sangat picisan bagi "peradaban modern". Peradaban Dugem, peradaban Party girl, peradaban Tangtop, peradaban Mani-padi, peradaban Shopping, peradaban Ladys Night, dan peradaban-peradaban non pribumi lainnya.
Kerinduan yang lain akan saya tulis lagi di hari kedepan, yang mungkin bisa dijadikan bacaan ringan sebagai pengamuflasi rasa haus dan lapar di siang hari pada bulan puasa yang biasanya panas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar