Manusia berencana dan berupaya, namun keputusan di tangan Tuhan jua. Manakala segala daya upaya telah ditempuh, tapi takdir menggariskan lain, maka hanya ketabahan dan kesabaran sebagai obat penyembuh. Tuhan Maha Adil, dibalik semua kepedihan, toh ada hikmah yang terkandung. Hal inilah yang tersirat selama wawancara pd akhir April 2001, dengan seorang ibu bernama Andri Yanti (32). Pada suatu masa di kehidupannya, Yanti harus rela mengikhlaskan sang buah hati, Aditya Rizki Chandra. Kepergian yang terasa menyesakkan, ditengah harapan, semangat, serta perjuangan, agar penyakit putra kesayangannya sembuh.Tidak ada yang patut dan bisa disalahkan, Ini jalan Tuhan! Mungkin hal inilah yang terbaik bagi Chandra, yang terlahir dalam keadaan kurang sempurna. Chandra dilahirkan setelah sang bunda mengalami empat kali keguguran. Pun, Chandra hanya memiliki separuh langit-langit di mulutnya dan separuh klep di jantungnya. Kelahiran Chandra, meski awalnya membuat lemas Yanti dan suaminya Aria Bima (34), disambut tangan terbuka. Disambut pula keyakinan, Chandra akan sembuh dengan upaya pengobatan. Sebuah tekad suci, yang terpatri di hati pasangan suami istri itu.Yanti telah berencana. Pertama, dia akan melakukan operasi bibir sumbing, operasi langit-langit, lalu operasi jantung, dan terakhir operasi gusi. Empat hal ini, diyakini Yanti akan membuat Chandra sembuh dan bisa hidup normal seperti manusia lainnya. Rencana pertama yaitu operasi sumbing, dilakukan dua kali saat Chandra berusia 4 bulan dan 6 bulan. Operasi ini berjalan baik, karena bibir Chandra kembali menyatu dan kelihatan normal. Genap setahun, dilakukan operasi langit-langit. Menurut Yanti, operasi ini dilakukan agar anaknya tidak tergantung pada abdurator yang setiap minggu harus dibersihkan, atau disesuaikan dengan pelebaran mulut anaknya. Operasi ini pun berjalan baik, meski Chandra sempat koma dan membuat dirinya khawatir Setelah operasi ini, kebahagiaan merundung pasangan Yanti-Aria. Setelah dua rencananya sukses, Yanti memburu rencana ketiga. Yaitu, operasi jantung buat Chandra. Operasi ini sempat mengundang perdebatan, ada yang menganggapnya sangat berbahaya bagi keselamatan Chandra. Tapi di sisi lain, justru operasi ini harus dilakukan secepatnya. Setelah melakukan konsultasi dengan dokter ahli, Yanti pun mendapatkan keyakinan bahwa operasi ini tergolong aman. Akhirnya, keputusan terakhir adalah mengoperasi Chandra secepatnya. Keyakinan Yanti bertambah tebal karena mendapatkan rumah sakit yang menurut orang punya reputasi baik dalam melakukan operasi jantung pada bayi. Sebenarnya, alasan Yanti membawa Chandra ke meja operasi adalah ingin menjauhkannya anaknya dari penderitaan berkepanjangan. Dia tak sampai hati melihat anaknya terus sakit-sakitan.
Keinginan Yanti sangat beralasan, sebab sebagai penderita jantung Chandra tidak bisa seperti anak-anak lainnya. Ia mudah sekali lelah dan tidak boleh kaget. Operasi pun digelar dengan sejuta harapan. Chandra yang kurus, dengan berat hanya 9 Kg, terkulai tak berdaya karena obat bius mulai merambah tubuhnya. Waktu terus berjalan, tiga jam operasi cukup membuat Yanti khawatir. Namun, operasi berakhir dengan sukses. Lega hati Yanti, meski tetap menyimpan cemas karena Chandra belum sadarkan diri. Setelah tiga hari operasi, Chandra tetap belum sadarkan diri. Bahkan pada malam ketiga, tubuhnya berubah menjadi kuning dan matanya membelalak ke atas. Dokter mengatakan, belum sadarnya Chandra akibat pemberian obat bius terus-menerus untuk mengurangi rasa sakit.
Menjelang Shubuh, kondisi Chandra mulai tak karuan. Meski sudah diberi obat seharga Rp 2,5 juta, tetap saja keadaannya tak bertambah baik. Kali ini kecemasan luar biasa menyelimuti Yanti. Detak jantung anaknya melemah dari 100 ke 90, lalu turun ke 75, hingga akhirnya bertahan di angka 5. Kesedihan tak tertahankan lagi, Yanti terus menatap dan berdoa semoga keajaiban datang.Cukup lama detak jantung Chandra bertahan di angka lima. Suatu kesadaran seolah merambat dingin di tubuhnya, manakala beberapa orang meminta Yanti memasrahkan anaknya. Secara medis, Chandra memang tak akan bisa bertahan hidup. Setelah terlebih dahulu melakukan Sholat Shubuh, Yanti pun memasrahkan kepergian Chandra. Tepat pukul 05.00 WIB, detak jantung Chandra melemah ke angka empat, hingga akhirnya mencapai titik nol dan menghembuskan nafas terakhirnya. Kepergian Chandra diusianya yang kedua, 4 Juli 1999, jelas membawa kepedihan tersendiri bagi Yanti.
Setelah 2 tahun menjaga dan merawat Chandra dengan penuh kasih, sang buah hati harus pergi ke peraduannya yang terakhir. “Ini mungkin yang terbaik buat saya Chandra. Keinginan saya untuk segera mengakhiri penderitaan Chandra dikabulkan, meski dengan cara yang lain,” ujar Yanti seraya terisak. Selamat jalan Chandra, bahagialah disisi-Nya.
Keinginan Yanti sangat beralasan, sebab sebagai penderita jantung Chandra tidak bisa seperti anak-anak lainnya. Ia mudah sekali lelah dan tidak boleh kaget. Operasi pun digelar dengan sejuta harapan. Chandra yang kurus, dengan berat hanya 9 Kg, terkulai tak berdaya karena obat bius mulai merambah tubuhnya. Waktu terus berjalan, tiga jam operasi cukup membuat Yanti khawatir. Namun, operasi berakhir dengan sukses. Lega hati Yanti, meski tetap menyimpan cemas karena Chandra belum sadarkan diri. Setelah tiga hari operasi, Chandra tetap belum sadarkan diri. Bahkan pada malam ketiga, tubuhnya berubah menjadi kuning dan matanya membelalak ke atas. Dokter mengatakan, belum sadarnya Chandra akibat pemberian obat bius terus-menerus untuk mengurangi rasa sakit.
Menjelang Shubuh, kondisi Chandra mulai tak karuan. Meski sudah diberi obat seharga Rp 2,5 juta, tetap saja keadaannya tak bertambah baik. Kali ini kecemasan luar biasa menyelimuti Yanti. Detak jantung anaknya melemah dari 100 ke 90, lalu turun ke 75, hingga akhirnya bertahan di angka 5. Kesedihan tak tertahankan lagi, Yanti terus menatap dan berdoa semoga keajaiban datang.Cukup lama detak jantung Chandra bertahan di angka lima. Suatu kesadaran seolah merambat dingin di tubuhnya, manakala beberapa orang meminta Yanti memasrahkan anaknya. Secara medis, Chandra memang tak akan bisa bertahan hidup. Setelah terlebih dahulu melakukan Sholat Shubuh, Yanti pun memasrahkan kepergian Chandra. Tepat pukul 05.00 WIB, detak jantung Chandra melemah ke angka empat, hingga akhirnya mencapai titik nol dan menghembuskan nafas terakhirnya. Kepergian Chandra diusianya yang kedua, 4 Juli 1999, jelas membawa kepedihan tersendiri bagi Yanti.
Setelah 2 tahun menjaga dan merawat Chandra dengan penuh kasih, sang buah hati harus pergi ke peraduannya yang terakhir. “Ini mungkin yang terbaik buat saya Chandra. Keinginan saya untuk segera mengakhiri penderitaan Chandra dikabulkan, meski dengan cara yang lain,” ujar Yanti seraya terisak. Selamat jalan Chandra, bahagialah disisi-Nya.
Inti dari kisah diatas : Tuhan tahu apa yang dibutuhkan umat-NYA, dan Tuhan (juga) tahu apa yang tidak dibutuhkan umat-NYA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar